Tentang Kami
Jantung Coral Triangle Dunia
Taman Nasional Kepulauan Togean terletak di posisi strategis sebagai bagian integral dari Coral Triangle, kawasan segitiga terumbu karang yang diakui dunia sebagai pusat keanekaragaman hayati laut tertinggi di planet bumi. Kawasan ini menjadi rumah bagi 262 spesies karang keras dari 19 familia dan 596 spesies ikan karang dari 62 familia, menjadikannya salah satu ekosistem laut terkaya yang menghubungkan perairan Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. Keunikan Taman Nasional Kepulauan Togean terletak pada keberadaan empat tipe terumbu karang sekaligus dalam satu lokasi yaitu karang tepi, karang penghalang, karang tompok, dan karang cincin, menjadikannya satu-satunya tempat di Indonesia dengan kelengkapan ekosistem karang tersebut. Sebagai jantung Coral Triangle, kawasan ini memiliki tanggung jawab global dalam menjaga kelestarian biodiversitas laut untuk generasi masa depan, tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi kelangsungan kehidupan laut di seluruh dunia.
Nilai-Nilai Konservasi yang Kami Jaga

Pemantapan Status Kawasan
Menjamin kepastian hukum dan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi seluas 365.241 hektare melalui tata batas yang jelas dan administrasi yang transparan.

Penegakan Hukum Konservasi
Memantapkan perlindungan kawasan dan menindak tegas setiap pelanggaran seperti illegal fishing, pengeboman ikan, dan kerusakan ekosistem terumbu karang.

Rehabilitasi Ekosistem
Melakukan pemulihan dan restorasi terhadap kerusakan ekosistem darat dan laut melalui transplantasi karang, penanaman mangrove, dan program konservasi terpadu.

Kolaborasi Multi-Pihak
Membangun sistem pengelolaan kolaboratif dengan melibatkan pemerintah daerah, masyarakat lokal, LSM, akademisi, dan sektor swasta untuk konservasi berkelanjutan.
Bersama Pokmaswas Mengawal Kelestarian
Balai Taman Nasional Kepulauan Togean menerapkan pendekatan pengawasan kolaboratif dengan memberdayakan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) yang dibentuk di desa-desa strategis sebagai garda terdepan dalam menjaga kelestarian kawasan. Pokmaswas yang beranggotakan nelayan lokal dan tokoh masyarakat berperan aktif melakukan patroli bersama ranger di wilayah rawan seperti Reef Una-Una, Reef Kolami, dan gugusan karang lainnya untuk mencegah praktik penangkapan ikan destruktif menggunakan bom dan bahan kimia yang masih kerap terjadi. Sistem kemitraan ini tidak hanya efektif menurunkan angka pelanggaran, tetapi juga mengubah paradigma masyarakat dari pelaku menjadi pelindung ekosistem laut karena mereka merasakan langsung manfaat ekonomi dari kelestarian terumbu karang melalui program perikanan berkelanjutan dan ekowisata. Melalui program pelatihan rutin, Pokmaswas dibekali kemampuan monitoring ekosistem, teknik penangkapan ramah lingkungan, dan mekanisme pelaporan pelanggaran yang terintegrasi dengan sistem pengawasan Balai. Keberhasilan model pengawasan berbasis masyarakat ini terbukti dengan meningkatnya efektivitas pengelolaan kawasan menjadi 83 persen dan berkurangnya gangguan terhadap kawasan dalam tiga tahun terakhir, membuktikan bahwa konservasi akan berhasil ketika masyarakat menjadi bagian integral dari solusi bukan sekadar objek kebijakan.
Inovasi dalam Pengelolaan Taman Nasional Laut
Balai Taman Nasional Kepulauan Togean menerapkan berbagai inovasi pengelolaan berbasis kearifan lokal dan teknologi modern untuk mencapai keseimbangan antara konservasi dan kesejahteraan masyarakat. Program Model Desa Konservasi menjadi wadah pemberdayaan masyarakat yang mengintegrasikan aspek ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya setempat sebagai contoh bagi desa lain di sekitar kawasan konservasi dalam upaya pelestarian berkelanjutan. Inovasi pengelolaan perikanan berbasis masyarakat seperti program perikanan gurita berkelanjutan dengan sistem penutupan temporal (seasonal closure) memberikan hasil nyata dalam meningkatkan populasi dan ukuran tangkapan tanpa merusak ekosistem. Sistem kemitraan konservasi yang memberikan akses legal kepada nelayan tradisional untuk memanfaatkan zona tradisional dengan aturan yang disepakati bersama telah berhasil mengurangi konflik dan meningkatkan dukungan masyarakat terhadap upaya konservasi. Pendekatan inovatif ini diperkuat dengan program edukasi konservasi berkelanjutan, monitoring ekosistem berbasis data, dan pengembangan ekowisata yang memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat lokal sambil menjaga kelestarian alam.
Dari Pulau Terpencil hingga Warisan Dunia
Perjalanan panjang Kepulauan Togean dimulai pada tahun 1989 ketika Gubernur Sulawesi Tengah pertama kali merekomendasikan kawasan seluas 100.000 hektare untuk ditetapkan sebagai Taman Wisata Laut, kemudian mengalami berbagai perubahan status dari Taman Wisata Alam, Kawasan Daya Tarik Wisata, hingga Kawasan Ekowisata Bahari sebelum akhirnya diresmikan sebagai Taman Nasional pada 19 Oktober 2004 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.418/Menhut-II/2004. Balai Taman Nasional Kepulauan Togean baru terbentuk pada tahun 2007 sebagai unit pengelola resmi yang bertanggung jawab menjaga kelestarian 365.241 hektare kawasan yang mencakup 93 persen perairan laut dan 7 persen daratan. Pengakuan internasional tertinggi datang pada Juni 2019 ketika UNESCO menetapkan Taman Nasional Kepulauan Togean sebagai Cagar Biosfer ke-16 Indonesia dengan nama “Togean Tojo Una-Una”, mengukuhkan posisi kawasan ini sebagai warisan dunia yang harus dijaga untuk kepentingan seluruh umat manusia. Dari pulau-pulau terpencil yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan modern, Kepulauan Togean kini telah diakui dunia sebagai kawasan konservasi kelas dunia yang memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut global dan menjadi kebanggaan Indonesia di mata internasional.

